
Kamis (4 Oktober 2007) besok, Komako bakal menggelar Forum Diskusi Mahasiswa (FDM). Acara ini merupakan program rutin yang bakal digelar setiap bulannya oleh Komako. Berikut sekilas tentang tema yang akan menjadi bahan diskusi besok:
Media dan Fenomena Acara Ramadan
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Tak terkecuali bagi industri pertelevisian. Tiap datangnya bulan suci umat Islam ini, bisa dipastikan akan ada ‘perang’ program antarstasiun televisi. Mereka berlomba-lomba membuat program acara dengan menu khas Ramadhan, sayang tidak semua merefleksikan Ramadhan. seperti sinetron religi, talkshow, liputan tempat-tempat bersejarah, hingga komedi lengkap dengan kuis berhadiah.
Tak heran bila stasiun TV tak ingin kehilangan momen sangat berharga ini. Pasalnya, Ramadhan bak lumbung emas bagi dunia hiburan dan industri. Tingkat konsumsi masyarakat meningkat tajam terutama menjelang lebaran. Tak peduli sesulit apapun kondisi ekonomi saat ini, pusat-pusat perbelanjaan selalu penuh sesak mendekati Idul Fitri. Budaya konsumtif akut inilah yang dimanfaatkan para produsen.
Rating = Modal
Sebagai institusi bisnis, stasiun TV benar-benar jeli menangkap peluang pasar nan cerah ini. Yang terjadi selanjutnya adalah produser acara berusaha mengemas berbagai tayangan yang diharapkan diminati penonton agar ratingnya tinggi, dengan demikian pemasang iklan akan berlomba-lomba memasang iklan pada tayangan primadona itu. Ada tayangan yang menjaring pemirsa lewat kuis berhadiah besar dengan pertanyaan dangkal.
Kemudian prime time (jam tayang utama) pun berpindah. Dan acara-acara yang tampil pada prime time lebih banyak diisi hiburan. Jika ada dakwah, sekadar tempelan dengan durasi yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan durasi iklan. Ketertarikan penonton yang besar terhadap tayangan hiburan pun dimanfaatkan dengan menghadirkan program lawak demi memperbesar jumlah penonton untuk mendapatkan rating tinggi, yang akhirnya memberi peluang besar mendapatkan banyak iklan. Logika bisnis media yang seringkali mengabaikan nilai-nilai moralitas.
Target Iklan Tercapai, Moralitas Tergadai
Harian Kedaulatan Rakyat (27/09) memuat berita bahwa pimpinan Majelis Ulama Indonesia menemukan 17 program siaran di berbagai stasiun TV nasional tidak layak tayang. Tayangan tersebut dinilai memuat unsur fitnah, judi, merendahkan harga diri seseorang, mengarah ke tindakan cabul bahkan pornografi. Sesuatu yang tidak pantas dikonsumsi masyarakat apalagi dalam nuansa Ramadhan.
Ironisnya, tayangan komedi dan kuis berhadiah mendominasi sajian saat Ramadhan. Hampir seluruh stasiun TV memiliki program komedi dan kuis berhadiah yang disiarkan tiap hari. Tingginya intensitas program lawakan dan bagi-bagi rejeki dikhawatirkan akan mengubah makna dan persepsi masyarakat tentang Ramadhan. Ramadhan yang harusnya menjadi bulan penuh rahmat menjadi bulan penuh humor dan hadiah.
Akhirnya, kita sebagai penontonlah yang harus mengambil sikap. Apalagi sebagai mahasiswa komunikasi yang mendalami seluk beluk media, kita boleh saja menikmati tayangan-tayangan tersebut. Tetapi jangan sampai kelucuan Adul dan Komeng atau kekatroan Tukul menumpulkan sikap kritis kita. Bahkan bila perlu kita harus berani memprotes tayangan tidak mendidik tersebut dengan melakukan puasa media.
(Tim Kajian dan Penelitian Komunikasi, Komako UGM 2007)
Diskusi akan dilaksanakan dengan metoda bermain peran. Teman-teman mahasiswa komunikasi 2005 akan berperan sebagai pengamat media, yang mengkritisi fenomena tersebut; teman-teman mahasiswa komunikasi 2006 akan berperan sebagai pelaku media, yang memang memiliki alasan sendiri di dalam pemilihan dan penayangan program; sementara teman-teman mahasiswa komunikasi 2007 akan berperan sebagai "stakeholder" utama, yaitu masyarakat, selaku konsumen media, yang di satu sisi memang merasakan keuntungan tayangan hiburan selama Ramadan, namun di sisi lain juga berusaha membangun kesadaran bermedia (media literacy) bagi diri mereka sendiri.
Isu ini menarik dan kontekstual. Mari berdiskusi, Ruang Seminar FISIP UGM, Kamis, 4 Oktober 2007, 9.30. Be there!
(Posted by Budi N.D. Dharmawan, Oct 1, 2007)